Gagasan ”Informasi Lancar dan Benar ” Sang Menkominfo Baru Kita

Radar Sulteng
Senin, 26 Oktober 2009
K ORAN Radar Sulteng, dua hari lalu menurunkan tulisan Dahlan Iskan, soal komposisi Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Berbeda dengan CEO Jawa Pos Group itu, yang ”hanya” mengulas tiga figur menteri: Fadel Muhammad, Freddy Numberi dan Gamawan Fauzi, yang menurutnya ”cukup menjanjikan”, tulisan ini khusus menyoroti figur Tifatul Sembiring, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) baru, terutama gagasannya soal informasi lancar dan benar. Sebagaimana banyak figur menteri lainnya yang dinilai tak istimewa, Presiden PKS ini pun mendapat komentar, ”lha koq dia?” Pada wawancara singkat di TVOne kemarin, sang menteri berkata, ”masyarakat kita di segala lapisan, harusnya bisa mendapat informasi lancar dan benar.”

Mendapat informasi secara lancar, artinya kita bisa mengakses informasi tanpa kesulitan, kapan saja kita membutuhkan. Informasi benar, berarti informasi yang akurat, yang berasal dari sumber yang benar. Bagaimana masyarakat kita dari segala lapisan di seluruh wilayah kesatuan RI ini mendapatkan informasi secara lancar dan secara benar? Inilah, yang menurutnya pekerjaan maha berat baginya berikut seluruh jajarannya. Tampaknya, sang menteri benar adanya. Mengapa?

Pertama, selama ini telah terjadi kesenjangan luar biasa dalam ketersedian infrastruktur dan kemampuan akses informasi, terutama yang berbasis elektronik di negara kita ini. Sementara kota-kota besar menikmati akses informasi dengan mudah, di daerah-daerah demikian sulit dan mahalnya mengakses informasi. Taruhlah misalnya Internet. Untuk wilayah kota seperti Palu saja akses internet masih sangat terbatas dan terbilang mahal. Untuk mengakses internet masih dominan melalui Warnet serta ada sedikit yang mengakses melalui fasilitas mobile phone seperti Blackbery.

Beberapa kantor menyediakan wifi gratis dan beberapa fasilitas cafe, namun harus membayarnya melalui menu yang disediakan. Biaya akses internet berkisar Rp. 5000-6000 per jam. Bayangkan dalam sebulan mengakses internet paling tidak harus menyisihkan rata-rata 150-200 ribu. Belum lagi fasilitas pendukung seperti jaringan yang sering drop diperparah kondisi kelistrikan kita yang tidak stabil.

Kedua, arus informasi sekarang ini semakin dominan melalui perangkat elektronik. Teknologi informasi, terutama Internet tampil sebagai saluran informasi tak terbatas untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat yang juga semakin tinggi. Informasi yang tersedia pun demikian beragamnya, sehingga memilahnya butuh keterampilan tersendiri. Sementara, masyarakat kita kadang-kadang tanpa memperhitungkan keakuratan informasi itu menelan bulat-bulat. Oleh karena itu, berpikir bagaimana menyediakan infratruktur jaringan tekonologi informasi tidaklah cukup tanpa dibarengi upaya mengedukasi masayarakat kita menggunakan perangkat teknologi berikut informasi yang dikandungnya. Artinya, kita membutuhkan keterampilan informasi, dan karena itu penting menggalakkan pemberantasan ”buta teknologi informasi” bagi suatu ”melek informasi” tinggi.

MELEK INFORMASI

Jika sejak awal kemerdekaan, pemerintah kita telah berjuang memberantas buta huruf di kalangan masyarakat kita, dan cukup berhasil hingga kita telah mencapai tingkat melek huruf/baca tinggi, kini kita harus memulai lagi gerakan pemberatasan buta teknologi informasi. Ini diperlukan agar kita juga bisa mencapai tingkat melek informasi tinggi.

Istilah Information Skill (Keterampilan Informasi) dan Information Literacy (Melek Informasi) masih sering dipertukarkan, namun keduanya menyangkut kemampuan di bidang informasi. Jika yang pertama bersifat teknis dan tebatas, yang kedua lebih luas karena selain mencakup keterampilan menggunakan teknologi juga mencakup informasi yang dikandungnya. Bahkan agaknya dapat diterima jika dikatakan keterampilan informasi bagian dari melek informasi. Pengertian melek informasi sendiri amat beragam, namun defenisi dari Doyle (1994) dapat menjadi pegangan kita. Katanya, melek informasi mencakup kemampuan untuk mengakses, mengevaluasi, dan menggunakan informasi dari berbagai sumber, mengenali kapan dibutuhkan dan mengetahui bagaiman mengolahnya. Di Amerika Serikat, untuk keperluan pendidikan informasi di sekolah, dikatakan tujuan infomatinon literacy (melek informasi) adalah membantu siswa menjadi pencari aktif, locator kreatif, evaluator, dan user informasi, untuk mengatasi masalah serta memuaskan keingintahuan mereka.

Memang dengan semakin bertambahnya informasi yang disajikan secara elektronis, termasuk tuntutan e-government di hampir semua negara, telah muncul kebutuhan mendesak agar semua warga memiliki keterampilan relevan demi memastikan apa yang mereka cari, menemukan serta mengevaluasi kwalitas informasi yang didapatkan. Karena itu, upaya mengedukasi bagaimana menggunakan informasi sesuai tujuannya, dan untuk belajar dari proses mencari serta menemukan informasi, seharusnya sekarang menjadi urgensi bagi setiap negara.

Jauh-jauh hari, sejak semakin meningkatnya kebutuhan informasi serta penggunaan teknologi informasi, negara-negara maju sudah menekankan perlunya upaya meningkatkan keterampilan informasi bagi warganya. Demikian pentingnya, sehingga pendidikan keterampilan informasi sudah dimulai sejak sejak usia sekolah. Misalnya, mereka diajarkan bagaimana mengakses dan memperolah informasi di internet.

Untuk mencapai melek informasi bagi seluruh rakyat kita, diperlukan upaya luar biasa yang terencana. Kalau kita mengacu kepada teori difusi inovasi dari Rogers (1995) berarti diperlukan upaya awal untuk sosialisasi untuk meningkatkan aware/pengetahuan (knowledge), melakukan advokasi, sebelum proses implementasi dan konfirmasi teknologi baru. Banyak program, apalagi terkait dengan inovasi baru gagal karena tidak memperhatikan tahap-tahap ini.

Contoh kongkretnya jaringan teknolgi informasi yang tersedia belum dimanfaatkan dengan baik dan benar. Seharusnya dengan tersedianya teknologi informasi, para petani kita memperoleh informasi yang akurat mengenai produk-produk pertanian yang ramah lingkungan, termasuk harga pasar. Dengan demikian mereka tidak lagi menjadi korban dari pihak-pihak lain. Petani cengkeh di Toli-toli atau petani coklat di Morowali, mendapat informasi yang benar soal harga, sehingga mereka dapat menjual hasil panen mereka pada saat harga pasar terbaik. Para petani padi di Tolai dapat memilih pembasmi hama dan pupuk yang ramah lingkungan, bukannya tergantung pada promosi dan bujukan produsen.

Aparat pemerintah kita di kantor instansi pemerintah bener-benar menggunakan teknologi informasi (internet/komputer) untuk mendukung efektivitas pekerjaan, membenahi database yang kacau selama ini, serta meningkatkan pengetahuan mereka. Bukannya dipakai untuk bermain game, atau ber-chating ria pada waktu-waktu jam kerja, sebagaimana selama ini banyak dikeluhkan masyarakat.

PENGGUNA INTERNET

Negara kita sebetulnya termasuk cepat dalam mengadopi teknologi informasi. Kita adalah negara ketiga pertama di dunia yang memiliki satelit telekomunikasi, Palapa yang diluncurkan pada tahun 1976. Jaringan teknologi ini sangat membantu sehingga sekarang ini, dapat kita katakan jaringan telekomunikasi sudah menjangkau hampir seluruh wilayah Indonesia. Kita pun tidak tertinggal dalam tingkat akases Internet dibanding banyak negara lain.

Menurut data terakhir oleh Internet Word Stats (Maret 2009) dari total jumlah penduduk 237 juta jiwa, terdapat 25 juta penduduk Indonesia sudah menjadi pengguna Internet. Mencapai 10 persen dari total jumlah penduduk kita. Pertumbuhannya, pun cukup fantastis selama kurun waktu 10 tahun terakhir, yakni 1.150 persen. Jumlah pengguna internet kita menyumbang 3,8 persen angka pengguna internet Asia yang mencapai angka 657 juta jiwa. Persentase ini memang masih rendah dibandingkan dengan beberapa negara lain di Asia. Angka tertinggi diraih Singapura yakni sekitar 67,4 persen dari jumlah penduduk. Korea selatan (76,1 persen), Jepang (73,8 persen), Malaysia(62,8 persen), China (22.4 persen) dan Filipina (21.6 persen).

Data-data ini menggembirakan, dan dapat menjadi modal awal bagi gebrakan Mentreri Komunikasi dan Informasi baru. Latar belakang pendidikan (Management Informastika) berikut pengalaman bekerja di bidang IT tentu membantunya memhami persoalan yang ada. Gagasan di atas tadi benar-benar menggambarkan kondisi dan tantangan kita sekarang.

Semoga Menteri baru, mampu merealisasi gagasan informasi lancar dan benar karena meningkatnya keterampilan informasi, sejalan dengan upaya pemerataan infratruktur dasar bagi akses informasi berikut teknologinya di seluruh wilayah negara kesatuan RI. Mendorong instansinya di daerah membangun kerjasama dengan pihak-pihak berkompeten dalam upaya edukasi dan sosialisasi, misalnya fakultas teknik informatika atau ilmu komunikasi, adalah langkah strategis yang pantas diperhitungkan. Dengan demikian, dalam waktu tidak terlalu lama, masyarakat kita bisa mencapai melek informasi yang tinggi, sekaligus menjawab ”keraguan” banyak pihak pada kemampuan Menkominfo baru kita. Semoga.

Stepanus Wilfrid Bo'do'
Dosen Komunikasi Fisip Untad

Baca Juga Tulisan Ini :



0 komentar:

Post a Comment

beloved visitors, terima kasih atas kunjungan Anda
tinggalkan pesan bila Anda berkenan

 
BloggerTheme by BloggerThemes | Design by Pius Sujarno | Midified by Arek Palopo