Daftar Judul Artikel Liputan Reklamasi Pantai Talise

hurup awal ANTARA SULENG Siapa bilang reklamasi pasti banjir? Jumat, 21 Februari 2014 10:50 WIB Mencari Manfaat Reklamasi Teluk Palu Kamis, 30 Januari 2014 04:46 WIB Reklamasi Teluk Palu Kantongi Ijin Tiga Kementerian LSM Bentuk Posko Penyelamatan Teluk Palu Jumat, 24 Januari 2014 05:12 WIB MERCUSUAR REKLAMASI PANTAI TALISE, Material Dari Galian C Di Tipo Kota Palu PALU, MERSUSUAR – Direktur Operasional Perusahaan Daerah (Perusda) Kota Palu M Taufik Kamase SH menuturkan, pengambilan material untuk reklamasi atau penimbunan di Pantai Talise berasal dari galian C yang ada di Kelurahan Tipo, Kecamatan Ulujadi. “ Kami tidak sembarang mengambil material tanpa adanya persetujuan dari pihak galian C dan masyarakat yang ada di sekitarnya. Kalaupun pengambilan material itu merugikan masyarakat, terpaksa dihentikan,” katanya saat ditemui di ruangannya, Selasa (18/3/2014). Pengambilan material sering kali menuai pro dan kontra di masyarakat. Karena kendaraan yang mengangkut material membuat jalan berdebu sehingga berdampak terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Olehnya, pihaknya berjanji terus mengawasi proses reklamasi tersebut. ”Kami sudah menghimbau agar kendaraan yang mengangkut material ditutup supaya materialnya tidak berhamburan di jalan,” imbuhnya. Menurut Taufik , reklamasi atau penimbunan tersebut tidak boleh membuat masyarakat menjadi korban dari pembangunan. “ Ini yang kita hindari dampaknya ke masyarakat harus kita fikirkan juga,” ungkapnya. Karena tujuan reklamasi tidak lain yakni meningkatkan manfaat lahan pesisir pantai dengan melihat aspek lingkungan, sosial, ekonomi masyarakat. Reklamasi di Pantai Talise dilakukan anak Perusahaan Daerah di atas pantai seluas 38 hektare. Sebelumnya, dalam seminar yang digelar mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Sabtu (15/3/2014), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menyatakan ada sejumlah titik lokasi pengambilan material untuk reklamasi di Pantai Talise. Antara lain di Kelurahan Watusampu, Silae, Palupi, Kawatuna, Tondo dan Tipo. Namun hanya di Kelurahan Tipo saja yang mengantongi izin. Dibutuhkan satu juta kubik material untuk menimbun 38 hektare lahan reklamasi itu. IKI REKLAMASI PANTAI TALISE. Amdal Disembunyikan Berita Utama PALU MERCUSUAR- Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Reklamasi Pantai Talise Kecamatan Mantikulore Kota Palu, tidak serta merta bisa diakses oleh masyarakat secara umum. Dengan demikian, Amdal Reklamasi Pantai Talise bukan dokumen publik dan hanya bisa diakses oleh kalangan terbatas. Hal itu secara tersirat disampaikan oleh Sekretaris Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Palu, Mardhiaty, Rabu (26/2/2014). “Kita bisa memberikan tapi tidak begitu saja untuk dibuka sebab itu merupakan arsip BLH, makanya kita minta dijelaskan maksud meminta dokumen Amdal tersebut,” ujarnya. Mardhiaty mengatakan prosedur tersebut bukan dalam artian ingin menutup-nutupi dokumen Amdal tersebut. Prinsipnya, asalkan sesuai procedure, BLH akan memberikan akses untuk melihat dokumen Amdal tersebut. Menyikapi hal itu, Akademisi Universitas Tadulako (Untad) Sulbadan mengetakan, analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), wajib diperlihatkan kepada masyarakat. Hal itu diatur dalam pasal 26 dan 65 penyusunan AMDAL yang tercantum dalam Undang-undang nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Menurutnya, tidak benar jika ada upaya pemerintah untuk menyembunyikan atau membatasi dokumen AMDAL yang dimintai oleh masyarakat untuk dilihat atau dikaji kembali. “Dalam dua pasal tersebut, jelas meminta kepada pemrakarsa selaku pembuat AMDAL harus melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan AMDAL yang terdiri dari masyarakat yang terkena dampak, Pemerhati Lingkungan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), serta yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal. Mereka ini harus diberikan akses yang sebesar-besarnya”jelasnya. Bukan hanya itu kata Sulbadana, dalam Pasal 26 juga menyebutkan pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk mengajukan keberatan terhadap dokumen AMDAL. Peran serta pemerintah yang dalam hal ini, BLH kota maupun provinsi, sesuai pasal tersebut juga memuat tentang bagaimana AMDAL yang bisa diakses karena merupakan dokumen publik. “Pelibatan masyarakat dilaksanakan dalam proses pengumuman dan konsultasi publik dalam rangka menjaring saran dan tanggapan. Jadi kalau ada yang bertanya darimana AMDAL-nya, masyarakat berhak mengetahui penjelasannya. Dokumen AMDAL ini bukan milik negara,”ujarnya. Melihat keadaan reklamasi di Pantai Teluk Palu saat ini, Sulbadana menilai, sejauh ini AMDAL sudah pasti telah dibuat sebab kegiatan penimbunan dalam skala besar seperti di Pantai Teluk Palu, cakupannya sangat besar. Akan tetapi Sulbadana mempertanyakan, sejauh apa AMDAL tersebut dilaksanakan. “Nah, untuk mengetahui hal itu, AMDAL perlu diakses elemen masyarakat seperti LSM, masyarakat yang tinggal di sekitar kegiatan reklamasi, dan orang-orang yang berkepentingan terhadap reklamasi, karena dengan AMDAL dibentuk sifatnya untuk mengontrol sejauh apa kinerja yang dilakukan pihak perusahaan. Selain masyarakat, pemerintah juga harus mengontrol kegiatan reklamasi karena jika hal buruk terjadi, pemerintah akan dikenai sanksi pidana. Peraturan ini ada pada undang-undang lingkungan hidup yang baru. Saya harap pemerintah bisa memahami undang-undang baru, ”tegasnya, Selain adanya transparansi, Sulbadan juga mengatakan, dokumen AMDAL yang menjadi patokan dalam kegiatan reklamasi pantai, tidak cukup hanya sampai di situ. Pemerintah daerah juga sebaiknya membentuk tim Komisi Penilai AMDAL, yang di dalamnya terdiri dari LSM, unsur Perguruan Tinggi, masyarakat dan media.Tanpa adanya rekomendasi dari Komisi Penilai AMDAL, dokumen AMDAL yang telah dibuat tidak akan ada apa-apanya. Pertanyaannya, apakah di Kota Palu sudah dibentuk Komisi Penilai AMDAL karena tim ini bertugas untuk mengkaji kembali sejauh apa AMDAL yang telah disusun. Baru setelah Komisi Penilai AMDAL merasa dokumen AMDAL yang dibuat sudah tepat sesuai ketentuan udang-undang lingkungan yang berlaku, Komisi Penilai AMDAL mengajukan rekomendasi terhadap kelayakan AMDAL kepada pemerintah daerah, dalam hal ini Walikota Palu. Setelah itu, baru pemrakasa dapat mengajukan izin usaha dan izin lainnya. Akan tetapi, sebelum pemerintah Kota Palu dan Gubernur mengeluarkan izin yang diminta, terlebih dahulu harus berkonsultasi dengan Menteri Kelautan karena jenis AMDAL yang harus dilakukan adalah AMDAL Kawasan. Sulbada mengaku, hingga saat ini belum melihat dokumen AMDAL yang menurut pengakuan pemerintah daerah. Tetapi, ia mendorong kepada setiap pihak termasuk media agar bersama-sama mengkaji isi dari dokumen AMDAL tersebut, sebagai upaya kontrol sosial. Penjelasan di atas, menyusul pernyataan dari Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Busyron Muqqodas beberapa waktu lalu saat menghadiri sosialisasi kegiatan pencegahan korupsi di bidang pertambangan, mineral dan batu bara, Jumat (21/2/2014) di Gedung Media Center, Universitas Tadulako (Untad). Saat itu, Busyro secara tegas mengatakan bahwa pemerintah harus memperlihatkan dokumen AMDAL kepada masyarakat. “Masyarakat berhak sekali melihat amdal dari reklamasi Teluk Palu, bahkan wajib hukumnya untuk diperlihatkan. Harus.... ! bukan masyarakat sipil yang bisa melihat amdal tersebut, wartawan dan lembaga lainnya juga berhak untuk melihat. Kalau dia tidak memperlihatkan Amdal berarti itu sama saja dengan mengingkari kewajiban kemanusiaan,”katanya. ABS/INT Judul sambungan///Amdal Bukan Dokumen Negara Reklamasi Pantai Talise , Warga Pro Dan Kontra Kota Palu PALU MERCUSUAR – Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Palu, untuk mereklamasi (penimbunan) pantai di sekitar Pegaraman Talise, menyebabkan timbulnya pro dan kontra di kalangan warga Talise, khususnya yang mengais rejeki di tempat itu. Seperti yang diungkapkan Iksan (32) warga Kelurahan Talise, dirinya mengaku tidak setuju jika dilakukan reklamasi karena akan merugikan warga, khususnya para petani garam. Ia melanjutkan, tentunya beberapa warga tidak akan setuju dengan adanya pembangunan tersebut, bila tidak ada perjanjian atau jaminan bagi masyarakat yang tinggal disekitar lokasi yang akan reklamasi. “Makanya, kami memasang spanduk penolakan rencana reklamasi pantai agar pemerintah menyadari bahwa adanya pihak yang akan dirugikan bila tetap dibuat reklamasi pantai disekitar pantai talise,” terangnya, Jumat (10/1/2014). Sementara itu, salah seorang pemilik kafe disekitar area reklamasi Aco (45) menambahkan, mendukung adanya reklamasi demi kemajuan pembangunan Kota Palu. Namun menurutnya, pemerintah juga harus memperhatikan para pedagang kaki lima yang ada disekitar lokasi reklamasi. “Mudah-mudahan janji dari wakil walikota Palu untuk membuatkan sebuah tempat bagi kami untuk menjual ditepati supaya tidak ada yang merasa dirugikan,” tandasnya. Aco berharap, adanya reklamasi dapat meningkatkan kesejehteraan masyarakat Palu,terutama warga yang bermata pencaharian sebagai pedagang disekitar tempat itu. CR3 Dokumen Reklamasi PT YPI Belum Lengkap Ekonomi > Bisnis & Produk PALU, MERCUSUAR- Rencana reklamasi Pantai Talise, Kecamatan Mantikulore dengan luas 38.33 haktare, yang tertuang dalam pemaparan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) tentang rencana pemantauan lingkungan (RPL) dan rencana kelola lingkungan (RKL) oleh PT. Yauri Properti Investama (YPI) dinilai belum lengkap. Olehnya perusahaan tersebut diminta untuk melengkapi kekurangan materi oleh Komisi Komisi Amdal Pemerintah Kota Palu, hal itu terungkap dalam seminar AMDAL dan RKL-RPL dari sejumlah instansi terkait di Pemkot Palu dan tim teknis Universitas Tadulako bersama pihak PT.YPI, di ruang rapat Setda, Senin (15/7/2013). Salah seorang anggota Komisi Amdal, Prof DR Ir. Saipul Darman MP mengungkapkan bahwa dokumen RKL-RPL yang diajukan pemrakarsa pada Komisi Amdal masih memiliki banyak kekurangan serta belum cermat dalam pengerjaan materi dengan banyaknya kesalahan penulisan dalam dokumen. “Dimana dokumen yang seharusnya lokasi kegiatan berada di wilayah Provinsi Sulteng dan Kota Palu ini, ditemukan ada yang tertulis Provinsi Sulsel bersama kotanya, bahkan ditemukan juga masih ada halaman yang ditandatangani Gubernur Sulsel padahal seharusnya merupakan tandatangan walikota Palu. Selain itu, menurut Saipul, format susunan dokumen pun yang digunakan masih menggunakan format lama, belum menggunakan format sesuai dengan Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup (Per KLH) nomor 16 tahun 2012,” ungkap Saipul. Saipul menambahkan, dalam dokumen Andal yang diajukan pemrakarsa, hanya menyebut judul dokumen dengan kegiatan reklamasi untuk kepentingan pariwisata. Padahal menurutnya, setelah nantinya reklamasi tersebut selesai, maka akan ada kegiatan pembangunan diatas lahan itu namun Komisi Amdal juga mendapatkan kejelasan dimana penempatan rencana tata ruang yang mengacu pada RT/RW penataan ruang di Kota Palu. Mendengar semua masukan dari komisi Amdal, pada kesempatan itu, pihak PT.YPI beserta Perusahaan Daerah (Perusda) Kota Palu menyatakan, akan menindaklanjuti masukan tersebut dengan lebih detail lagi dengan melakukan perubahan dokumen secara keseluruhan. ABS AMDAL Bukan Dokumen Negara Berita Utama PALU, MERCUSUAR – Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), wajib diperlihatkan kepada masyarakat, hal itu diatur dalam pasal 26 dan 65 penyusunan AMDAL yang tercantum dalam Undang-undang nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Hal itu disampaikan Akademisi Universitas Tadulako (Untad), Fakultas Hukum, Sulbadana, Selasa (26/2/2014). Menurutnya, tidak benar jika ada upaya pemerintah untuk menyembunyikan atau membatasi dokumen AMDAL yang dimintai oleh masyarakat untuk dilihat atau dikaji kembali. “Dalam dua pasal tersebut, jelas meminta kepada pemrakarsa selaku pembuat AMDAL, harus melibatkan masyarakat dalam proses membuat AMDAL yang terdiri dari masyarakat yang terkena dampak, Pemerhati Lingkungan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), serta yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal. Mereka ini harus diberikan akses yang sebesar-besarnya”jelasnya. Lebih lanjut Sulbadana, bukan hanya itu, dalam ketentuan pasal 26 juga memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengajukan keberatan terhadap dokumen AMDAL. Peran serta pemerintah yang dalam hal ini, Sulbadana tujuan ke Badan Lingkungan Hidup baik kota maupun provinsi, sesuai pasal tersebut juga memuat tentang bagaimana AMDAL yang bisa diakses karena merupakan dokumen publik. “Pelibatan masyarakat dilaksanakan dalam proses pengumuman dan konsultasi publik dalam rangka menjaring saran dan tanggapan. Jadi kalau ada yang bertanya darimana AMDAL-nya, masyarakat berhak mengetahui penjelasannya. Dokumen AMDAL ini bukan milik negara,”ujarnya. Melihat keadaan reklamasi di Pantai Teluk Palu saat ini, Sulbadana menilai, sejauh ini AMDAL sudah pasti telah dibuat, sebab kegiatan penimbunan dalam skala besar seperti dipantai Teluk Palu cakupannya sangat besar. Akan tetapi Sulbadana mempertanyakan, sejauh apa AMDAL tersebut dilaksanakan. “Nah untuk mengetahui hal itu, AMDAL perlu diakses pihak-pihak masyarakat seperti LSM, masyarakat yang tinggal diseputar kegiatan reklamasi, dan orang-orang yang berkepentingan terhadap reklamasi, karena dengan AMDAL dibentuk sifatnya untuk mengontrol sejauh apa kinerja yang dilakukan pihak perusahaan. Selain masyarakat, pemerintah juga harus mengontrol kegiatan reklamasi karena jika hal buruk terjadi, pemerintah akan dikenai sanksi pidana. Peraturan ini ada pada undang-undang lingkungan hidup yang baru. Saya harap pemerintah bisa memahami undang-undang baru, ”tegasnya, Selain adanya transparansi, Sulbadan juga mengatakan, dokumen AMDAL yang menjadi patokan dalam kegiatan reklamasi pantai, tidak cukup di situ. Pemerintah daerah juga sebaiknya membentuk tim yang Komisi Penilai AMDAL, yang di dalamnya yang terdiri dari LSM, unsur Perguruan Tinggi, masyarakat dan media. “Tampa adanya rekomendasi dari Komisi Penilai AMDAL, dokumen AMDAL yang telah dibuat, tidak akan ada apa-apanya. Pertanyaanya saya, apakah di Kota Palu sudah dibentuk Komisi Penilai AMDAL karena tim ini bertugas untuk mengkaji kembali sejauh apa AMDAL yang telah disusun. Baru setelah Komisi Penilai AMDAL merasa dokumen AMDAL yang dibuat sudah tepat sesuai ketentuan udang-undang lingkugan yang berlaku, Komisi Penilai AMDAL, mengajukan rekomendasi terhadap kelayakan AMDAL kepada pemerintah daerah, dalam hal ini Walikota Palu. Setelah itu, baru pemrakasa dapat mengajukan izin usaha dan izin lainnya,”jelasnya. Akan tetapi, sebelum pemerintah Kota Palu dan Gubernur mengeluarkan izin yang diminta, terlebih dahulu harus berkonsultasi dengan Menteri Kelautan karena jenis AMDAL yang harus dilakukan adalah AMDAL Kawasan. Sulbada mengaku hingga saat ini belum melihat dokumen AMDAL yang menurut pengakun pemerintah daerah. Tetapi ia mendorong, kepada setiap pihak termaksud media agar bersama-sama mengkaji isi dari dokumen AMDAL tersebut, sebagai upaya kontrol sosial. Penjelasan di atas, menyusul pernyataan dari Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Busyron Muqqodas beberapa waktu saat menghadiri sosialisasi kegiatan pencegahan korupsi di bidang pertambangan dan mineral dan batu bara, Jumat (21/2/2014) di Gedung Media Center, Universitas Tadulako (Untad). Saat itu, Busyo secara tegas mengatakan bahwa pemerintah harus memperlihatkan dokumen AMDAL kepada masyarakat. “Masyarakat berhak sekali melihat amdal dari reklamasi Teluk Palu, bahkan wajib hukumnya untuk diperlihatkan. Harus.... ! bukan masyarakat sipil yang bisa melihat amdal tersebut, wartawan dan lembaga lainnya juga berhak untuk melihat. Kalau dia tidak memeperlihatkan Amdal berarti itu sama saja dengan mengingkari kewajiban kemanusiaan,”katanya.INT REKLAMASI TELUK PALU , Antara Perspektif Positif Atau Negatif Berita Utama Berbicara tentang reklamasi pantai dipastikan tak akan habis diulas dari berbagai sisi. Kini, tidak hanya masyarakat kecil menjerit tapi juga akademisi Universitas Tadulako (Untad). Reklamasi apapun alasannya, tidak akan membawa kemaslahatan masyarakat, melainkan bisa menjadi bencana seperti banjir bandang yang terjadi di Manado Sulawesi Utara beberapa waktu silam. Oleh: INTAN HAMID/INDAR ISMAIL Kurang lebih 20 tahun yang lalu, Dr Fadly kembali mengingatkan saat ia masih berstatus sebagai mahasiswa di Manado. Saat itu, ia beserta teman-temannya berdemontrasi menentang kebijakan pemerintah Manado yang ingin mereklamasi Pantai Manado. Lalu, apa yang terjadi, ia dan kawan-kawan aktivitas lainnya, yang mengatasnamakan aktivis lingkungan, dipukul habis-habisan oleh petugas karena menentang kebijakan tersebut. Fadly melihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana teman-temannya itu dipukul habis-habisan oleh aparat karena berani menentang kebijakan reklamasi. Lalu, setelah 20 tahun berlalu. Ibu Kota Manado akhirnya dilanda banjir bandang, yang menyebabkan kerusakan parah dan tidak sedikit menelan korban akibat laju pembangunan yang tidak terkendalikan tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan. “Setelah saya dengar beritanya, baru ya...saya teringat kejadian kala itu. kemudian saya coba menghubungi teman-teman saya yang juga saat itu melakukan demonstrasi. Ada yang sudah jadi profesor dan pejabat. Kemudian kami menyimpulkan, itu adalah dampak yang sudah kami ramalkan ketika terjadi reklamasi di Kota Manado, memang kerusakannya tidak kelihatan saat itu, karena dengan alasan yah mempercantik kota, tetapi..sudah seperti ini kenyataanya....kami yang berjuang dulu, sekarang hanya bisa terdiam,”kata Fadly tersenyum. Kemudian, jika kejadian di Manado dihubungkan dengan reklamasi pantai di Kota Palu, Fadly dengan tegas menolak reklamasi tersebut, dengan alasan seperti 20 tahun silam. Fadly menceritakan bagaimana reklamasi mengubah gunung-gunung di Manado menjadi rata, dan mengambil tanahnya untuk penimbunan laut. “Padahal sudah karena pengerukan tanah gunung itu, terjadi banjir bandang karena daerah resapan tanah berkurang. Manalagi, menimbun laut sama halnya dengan mengurangi volume penyimpanan air di dalam tanah. Akibatnya, air tanah akan meluap jika hujan turun. Prediksi saya, bisa jadi kalau terjadi reklamasi, daerah di bagian Pom Bensin yang ada di Jalan Yos Sudarso akan terendam air, bahkan tidak menutupi kemungkinan kantor Mercusuar juga,” tegas Fadly. Persoalan draenase juga dikeluhkan Fadly, terutama kantor Mercusuar yang saat hujan turun beberapa waktu lalu sempat tergenang karena air draenase yang meluap. Begitu juga dengan daerah di seputaran Yos Sudarso yang juga terendam air. “Nah, ini dia patut dipertanyakan, pemerintah jangan hanya melakukan reklamasi tanpa memperhatikan saluran draenase. Sistem pembuangannya harus jelas. Oleh karena itu, data Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) juga harus diperhatikan. Ini yang sampai saat ini menjadi pertanyaan saya,”ujarnya. Sementara, jika alasan reklamasi pantai untuk keindahan tata kota, Fadly juga lebih sepakat. Menurutnya, pembangunan sebaiknya tidak hanya dilakukan pada daerah pantai tetapi juga memanfaatkan daerah yang berada di gunung yang pada umumnya belum terjamah. Untuk tindakan pengambilan tanah kepentingan reklamasi yang berlokasi di Kelurahan Tipo, Fadly menyarankan, sebaiknya hal itu tidak dilakukan pemerintah karena lagi-lagi dampak kerusakannya akan dirasakan di daerah sekitar. “Reklamasi kalau alasannya untuk keberlangsungan masyarakat, bukan untuk kepentingan pihak lain seperti investor. Pemerintah juga harus mempertimbangkan dampak dari penggerukan gunung, saya yakin suatu saat itu akan menjadi masalah, dan jangan sampai masalah yang ditimbulkan perbaikannya lebih besar dari pemasukan yang didapatkan daerah berkat reklamasi pantai tersebut. pemerintah juga harus terbuka terhadap dampak negatif dari reklamasi bukan hanya membeberkan tentang dampak positifnya,”tandas Fadly. Sementara itu, dosen Fakultas Teknik Untad yang sudah lama berkecimpung dalam persoalan lingkungan, Faturrahman Mansyur berharap dokumen Amdal dan segala sesuatu terkait proyek reklamasi Teluk Palu itu bisa diakses dan diketahui masyarakat. “Kita juga mau memberikan komentar supaya bersama-sama membangun, bukan karena uang. Cuma kami minta untuk transparan,” kata Faturrahman dalam diskusi di redaksi Mercusuar, Rabu (5/2/2014). Ia membenarkan jika reklamasi tersebut berpotensi menyebabkan daerah pesisir Teluk Palu lainnya akan terkena dampak, misalnya meluapnya permukaan air laut. Petani garam Talise juga dimungkinkan akan tergusur secara tidak langsung. Sebab proyek reklamasi itu bisa menjadi penarik massa untuk datang ke pantai. Yang tentu saja akan membuat warga kesulitan menikmati lagi pantai Talise secara gratis, seperti saat ini. BERDALIH POSITIF Lain halnya dengan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulteng, Hasanuddin Atjo. Ia beranggapan, reklamasi yang dicanangkan Pemerintah Kota Palu memiliki sisi positif dan negatif. Tetapi Hasanuddin Atjo mengajak semua pihak termasuk media, tidak hanya melihat reklamasi pada perspektif negatif tetapi juga positifnya. “Dari positifnya, di lokasi pantai yang direklamasi akan dibangun gedung-gedung yang berkelas internasioanl. Saya pikir pilihan itu patut dilakukan karena reklamasi merupakan salahsatu cara untuk mengundang investor datang ke Kota Palu dengan membangun tempat yang bertaraf internasional yang kemudian akan berdampak kemajuan daerah,”paparnya. Hanya saja, Hasanuddin beranggapan, pada tataran reklamasi patutnya Pemkot Palu menggunakan teknologi sebagai upaya untuk pencegahan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti banjir. “Kalau Manado terjadi banjir karena gedung-gedung yang dibangun di atas reklamasi gedung-gedungnya membelakangi laut, lain seperti di Makassar, disana juga pantainya reklamasi tapi pembangunanya terarah, begitu juga di Negara Singapura dan Malaysia, di sana pantainya direklamasi tapi mereka menggunakan teknologi untuk saluran air sehingga banjir tidak terjadi. Saya berharap reklamasi yang diterapkan Pemkot Palu bisa seperti di Makassar ataupun negara tetangga,” imbuhnya. Ditanya soal Amdal terkait rencana reklamasi tersebut, Hasanuddin malah balik bertanya.”Ya Amdal-nya juga yang buat siapa?. Intinya, kalau bertanya tentang reklamasi kalian salah bertanya, karena itu bukan wewenang saya (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi) tanya kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Palu,”katanya. Kini, masyarakat tinggal mengharap ketegasan pemerinntah Kota Palu terkait rencana reklamasi tersebut. Begitu juga dengan isi Amdal yang telah disiapkan. Sebab, sebagian kalangan menilai Amdal yang dibuat, jangan sampai merupakan ‘Amdal-amdalan’.**** REKLAMASI PANTAI , Nelayan Harap Ada Solusi Dari Pemerintah Berita Utama PALU, MERCUSUAR- Nelayan yang berada di Jalan Komodo, Kelurahan Talise, berharap ada jalan keluar dari pemerintah terkait dengan adanya penimbunan (reklamasi) laut di sekitar lokasi tersebut hingga ke pegaraman Talise. Misalnya, penyiapan lokasi untuk menambatkan perahu. Salah seorang nelayan Usman (55) mengatakan, pada dasarnya mereka mendukung pembangunan, namun hal itu jangan sampai berdampak negatif kepada para nelayan, apalagi sampai mematikan mata pencaharian mereka. “Kita minta kepastian dari pemerintah, jika memang mau ditimbun untuk pembangunan, siapkanlah lokasi untuk kita,” ujarnya, saat ditemui disela-sela memperbaiki perahunya, Jumat (31/1/2014). Menurut Usman, sejauh ini hanya mengetahui bahwa sepanjang pantai tersebut akan direklamasi, tetapi belum ada langkah atau upaya yang disampaikan pemerintah terkait jalan keluar bagi nelayan di tempat itu. Dia menambahkan, di lokasi itu terdapat dua jaring penangkap udang kecil (lamale), yang biasa disebut sero. Jika pemerintah melaksanakan reklamasi tentunya dua sero tersebut, mau tidak mau akan dibongkar. “Sebelum kita turun memancing, saya dan teman-teman yang lain membeli umpan lamale dulu sama yang punya sero,” ujarnya. Di seputar Jalan Komodo, terdapat sekitar 30 orang yang tergabung dalam satu kelompok nelayan. Kebjiakan pemerintah dengan reklamasi pantai di seputar jalan itu, tentunya para nelayan akan kesulitan untuk menambatkan perahu yang sehari-seharinya dipakai mencari ikan. Terpisah, Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Sulteng Abd Rahim Kamis (30/1/2014), mengatakan, dokumen kajian lingkungan hidup diharapkan menjadi acuan utama dalam suatu rencana kegiatan atau usaha pembangunan agar dampak buruk terhadap lingkungan bisa diantisipasi. Menurutnya, dalam persyaratan dokumen kajian lingkungan hidup memiliki tiga unsur yang harus dipenuhi yakni, Analisa Dampak Lingkungan (Amdal), upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan (UPPL) dan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL). Abd Rahim menambahkan, ketiga unsur itu menjadi kelengkapan dokumen lingkungan yang dijadikan acuan rencana usaha kegiatan ditambahkan dengan kriteria Peraturan Menteri (Permen) nomor 5 tahun 2012 tentang rencana jenis usaha yang wajib Amdal UPPL. Untuk kegiatan reklamasi pantai, pihaknya enggan berkomentar dan hanya berharap agar dokumen Amdal sesuai dengan implementasi di lapangan melalui tim komisi penilai Amdal Kota Palu sebagai pihak berwenang dalam hal pengawasan. Adapun hambatan yang terjadi di lapangan baik terkait proses penimbunan material yang mendapat protes dari beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pihaknya tetap berkoordinasi dengan tim komisi Amdal Kota Palu untuk menangani permasalahan itu karena kota Palu dinilai lebih memiliki wewenang melalui tim komisi itu.AMR/CR2 Reklamasi Pantai Talise , Warga Pro Dan Kontra Kota Palu PALU MERCUSUAR – Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Palu, untuk mereklamasi (penimbunan) pantai di sekitar Pegaraman Talise, menyebabkan timbulnya pro dan kontra di kalangan warga Talise, khususnya yang mengais rejeki di tempat itu. Seperti yang diungkapkan Iksan (32) warga Kelurahan Talise, dirinya mengaku tidak setuju jika dilakukan reklamasi karena akan merugikan warga, khususnya para petani garam. Ia melanjutkan, tentunya beberapa warga tidak akan setuju dengan adanya pembangunan tersebut, bila tidak ada perjanjian atau jaminan bagi masyarakat yang tinggal disekitar lokasi yang akan reklamasi. “Makanya, kami memasang spanduk penolakan rencana reklamasi pantai agar pemerintah menyadari bahwa adanya pihak yang akan dirugikan bila tetap dibuat reklamasi pantai disekitar pantai talise,” terangnya, Jumat (10/1/2014). Sementara itu, salah seorang pemilik kafe disekitar area reklamasi Aco (45) menambahkan, mendukung adanya reklamasi demi kemajuan pembangunan Kota Palu. Namun menurutnya, pemerintah juga harus memperhatikan para pedagang kaki lima yang ada disekitar lokasi reklamasi. “Mudah-mudahan janji dari wakil walikota Palu untuk membuatkan sebuah tempat bagi kami untuk menjual ditepati supaya tidak ada yang merasa dirugikan,” tandasnya. Aco berharap, adanya reklamasi dapat meningkatkan kesejehteraan masyarakat Palu,terutama warga yang bermata pencaharian sebagai pedagang disekitar tempat itu. CR3 REKLAMASI PANTAI TELUK PALU Utamakan Konsep Pembangunan Berkelanjutan Berita Utama Reklamasi pantai di Teluk Palu secara resmi dilaksanakan, Kamis (9/1/2014). Mega proyek ini menuai pro dan kontra oleh sejumlah pihak. Sikap menolak dilakukan oleh sebagian petani pegaraman dan warga yang selama ini beraktifitas sebagai nelayan. Sementara apresiasi posisitif dilontarkan oleh kalangan akademisi. Oleh: Andi Besse/Intan Hamid Pemerintah Kota (Pemkot) Palu secara resmi mereklamasi pantai seluas 38,8 hektare. Hal itu ditandai dengan penandatanganan perjanjian oleh Pemkot dihadapan petani pegaraman dan masyarakat Talise Kecamatan Mantikulore, sekaligus penimbunan secara simbolis oleh Wakil Walikota Palu Mulhanan Tombolotutu, Kamis (9/1/2014). Proses reklamasi pantai tersebut dilaksanakan oleh Perusahaan Daerah (Perusda) Kota Palu dan direncanakan pengerjaannya rampung tiga hingga empat tahun mendatang. Walikota Palu Mulhanan Tombolotutu dihadapan petani pegaraman dan warga Talise berjanji, tidak akan melakukan penggusuran dalam tahapan reklamasi ini. Justeru dengan adanya proyek ini, nilai jual tanah di pegaraman dan sekitarnya akan meningkat drastis hingga 10 juta permeternya. Mungkin saja saat ini nilai jual tanah belum bergerak naik, namun dipastikan saat reklamasi telah selesai, harga tanah akan melonjak tajam. “Kalian semua dapat datangi saya jika ternyata itu reklamasi menyusahkan, pertama tidak bisa bajual, kedua air laut tercemar sehingga tidak bisa jadi garam, ketiga harga tanah turun terus, maka komiu tagih terus pada saya punya janji kalau sampai dalam enam bulan kedepan tidak membuahkan hasil,” paparnya. Demikian pula dengan para pedagang jagung dan pedagang lainnya, nantinya akan diprioritaskan penempatannya pada satu tempat, yang dinamakan dengan pujasera (pusat penjual serba ada) serta 10 persen pembangunannya diperuntukkan untuk masyarakat. “Saya sendiri yang berani menjamin, tidak usah walikota atau gubernur karena prioritas pembangunan ini untuk memberi keuntungan pada masyarakat, sebab masih tahap pertama saja tenaga kerja yang digunakan sudah banyak, dan kalau produksi garam ini terganggu kita hentikan disaat itu juga, untuk apa ini kita kembangkan yang ada saja tidak dapat dipertanggung jawabkan,” janji Walikota. Mewakili petani garam sekaligus koordinator, Ridwan Alimuda mengatakan, awalnya petani garam sepakat menolak terhadap rencana reklamasi pantai. Dalam pandangan para petani, apabila terjadi reklamasi maka hasil produksi akan menurun dan harga garam akan anjlok. Namun dari hasil pertemuan dengan pemerintah ternyata apa yang dikhawatirkan para petani garam tidak seperti itu. “Saya mewakili seluruh petani garam dan masyarakat kelurahan Talise, mengucapkan banyak terima kasih pada Pemkot Palu yang telah memberikan jaminan-jaminan pada masyarakat khususnya masyarakat pesisir pantai apabila terjadi reklamasi. Tidak akan ada masyarakat yang dirugikan terutama petani garam dan pedagang,” ungkapnya. Direktur Oprasional Prusda Kota Palu, Taufik Kamase mengatakan reklamai ini menggunakan filosofi daun kelor. Filosofi itu diambil berdasarkan hasil studi kelayakan dengan melihat aspek manfaatnya pada masyarakat mulai dari Kelurahan Silae, Sungai Pondo hingga depan penggaraman. Ditambahkan, penimbunan akan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama baru akan dilakukan penimbunan laut seluas 10 hektar yang ditargetkan rampung dalam setahun. Selanjutnya, akan dilakukan pematangan lahan serta memulai pembangunan sejumlah fasilitas hotel kelas menengah, pusat hiburan masyarakat serta pusat perbelanjaan. Masih menurut Taufik, adapun kekuatiran masyarakat terhadap peluang mereka untuk berjualan setelah dilakukan reklamasi. Taufik menegaskan, konsep pemerintah dalam reklamasi ini adalah melakukan pembangunan tanpa penggusuran dengan mengusung konsep daun kelor. “Tidak akan menutup akses umum, sebab 10 persen diantaranya untuk masyarakat. Di sini nantinya akan dimbangun ruang terbuka hijau sehingga masyarakat masih bisa berjualan dan tetap menikmati keindahan laut,” jelasnya. Pengajar Ilmu Hukum Universitas Tadulako (Untad), Dr Sulbadana SH MH menilai upaya pemerintah untuk melakukan reklamasi pantai di Teluk Palu, perlu diapresiasi karena berangkat dari niat pemberdayaan masyarakat. Namun, reklamasi tersebut haruslah menggunakan prinsip suistanable development atau pembangunan berkelanjutan. “Maksudnya reklamasi tersebut bisa diseimbangkan antara kepentingan pembangunan dan lingkungan, keduanya harus jalan, kepentingan lingkungan tidak bisa dinomor duakan karena itu juga penting. Tetapi saya pikir mungkin itu sudah dipertimbangkan pemerintah daerah sendiri dengan menerbitkan Amdalnya. Tapi amdalnya juga harus diteliti, jangan-jangan itu amdal-amdalan, dalam artian amdal yang disusun tidak berdasarkan kajian mendalam yang menyangkut dampak positif dan negatifnya,”katanya, Kamis (9/1/2014). Namun, sejatinya kata Sulabadana, reklamasi pantai bisa saja dilakukan karena undang-undang membolehkan pemerintah daerah untuk melakukan pemanfaatan laut, terutama reklamasi pantai sejauh untuk kepentingan rakyat. “Tapi ingat lo, untuk kesejahteraan rakyat. Bukan untuk orang-orang tertentu saja, kalau itu toh nantinya tidak dapat membantu kepentingan masyarakat, berarti reklamasi itu tidak boleh dilakukan. Dan, juga perlu dipertimbangkan keuntungannya, jangan sampai sifatnya merugikan, karena prinsip dari suistanable development adalah memanfaatkan sumber daya alam tapi tetap mempertahankannya secara bijak demi kepentingan generasi mendatang,”paparnya.*** Nelayan Tolak Reklamasi Pantai Kota Palu PALU, MERCUSUAR - Rencana reklamasi atau proyek menimbun pantai Teluk Palu meresahkan sebagian warga yang tinggal di pesisir pantai Talise, Lere dan Tipo. Sebab mata pencaharian warga sebagai nelayan terancam. Karena itu, puluhan nelayan yang tergabung dalam Serikat Nelayan Teluk Palu (SNTP) Kota Palu berencana melakukan demonstrasi menolak rencana reklamasi itu di hadapan Walikota Palu. “Kami tidak menolak program pembangunan sejauh tidak merugikan masyarakat. Sehubungan dengan reklamasi saat ini telah menggelisahkan masyarakat pesisir karena menimbun wilayah tangkap dan tambatan perahu milik nelayan menandakan jika masyarakat pesisir, khususnya nelayan, telah digusur,” pungkas Ketua SNTP, Daniel, Senin (30/9/2013). Menurut nelayan Tipo, Ahli Ali, tidak adanya lagi tambatan perahu akibat reklamasi membuat nelayan kesulitan memperoleh tangkapan ikan. “Tidak hanya merusak ekosistem dan biota laut, tetapi juga merampas hak ekonomi sosial dan budaya warga nelayan setempat,' katanya. Selain itu juga berdampak terhadap tertutupnya akses melaut bagi nelayan, serta hilangnya areal bermain dan berenang bagi anak-anak. “Dalam pandangan kami, reklamasi ini adalah tindakan ilegal,” tambah Direktur Yayasan Pendidikan Rakyat, Dedi Irawan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 27 tahun 2012, dasar legal reklamasi telah dicabut oleh Mahkamah Agung. Artinya, reklamasi sudah tidak punya dasar, karenanya reklamasi adalah tindakan ilegal. ABS Jika Lahan Pegaraman Dijual, Ini Yang Terjadi … Perusahaan Daerah (Perusda) Kota Palu Bersama PT Yauri Properti Investama Awalnya Menjanjikan Petani Garam Di Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Laporan: Andi Besse dan Hafsah Namun kemungkinan rencana itu batal dilajutkan karena adanya niat para pemilik pegaraman untuk menjual lahannya. “Dasarnya kemarin kita akan lakukan itu sebagai sisi dari tanggung jawab kita pada masyarakat, sehingga bila pegaraman tidak ada lagi, maka otamatis untuk apalagi kita lanjutkan,” kata Direktur Operasional PT Yauri, Syarif, saat ditemui Mercusuar di kantor Perusda Kota Palu, Jumat pekan lalu. Pembangunan irigasi di petak-petak pegaraman dianggap sebagai bagian kompensasi dari rencana Pemerintah Kota Palu dan swasta untuk mereklamasi Teluk Palu. Sayang, rencana reklamasi itu menyulut kekecewaan petani garam. Bentuk kekecewaan itu diwujudkan dengan ramai–ramai menjual lahan pegaraman yang selama ini dijaga dan dirawat kepada pihak investor. “Untuk apa dipertahankan kalau reklamasi pantai pun digulirkan?” keluh Firdaus, ketua forum petambak garam Labara, Talise, belum lama ini. Ia mengaku penimbunan bibir pantai Talise sangat berdampak terhadap kualitas dan produksi garam. Saat ini saja, adanya rumah toko di sisi timur telah menyisakan perembesan air tawar yang membuat kualitas dan produktifitas garam menurun. Hasil rapat dari Forum Petambak Garam Laraba Talise yang baru–baru ini digelar, sudah 160 pemilik lahan yang siap menjual lahannya, atau meningkat dari sebelumnya hanya 95 orang pemilik lahan. Mereka saat ini tinggal menanti kesesuaian harga jual per meter dari pihak investor. “Dengan terpaksa kami jual, padahal itu lahan turun temurun, apa boleh buat,” tandas Firdaus. Alasan lain, pemasaran yang sulit terjangkau sehingga banyak garam yang menumpuk, akibat banyaknya garam murah dari luar Kota Palu. Para pemasok berani menjual satu karung garam tradisional ukuran 50 kilogram seharga Rp10 ribu. Sementara selama ini petani garam Talise menjual Rp35 ribu hingga Rp50 ribu per karung. Sehingga banyak pelanggan membeli ke pemasok garam dari luar. “Kami menjual sesuai standar dari kementerian Rp37.500 per karung,” ungkapnya. Penyebab lainnya adalah curah hujan yang semakin tinggi sehingga membuat petani garam kewalahan mengolah lahannya. Reklamasi Teluk Palu, termasuk di antaranya menjangkau Kelurahan Talise, adalah bagian dari pembangunan "Palu Bay Park" yang akan dikembangkan oleh Palu Property Sejahtera (PPS), salah satu anak Perusda Kota Palu. Kuasa Direksi PPS, Taufik Kamase, suatu waktu mengatakan untuk mewujudkan mimpi tersebut, perusahaan akan mereklamasi Teluk Palu sekitar 200 meter dari bibir pantai, yakni sepanjang dua kilometer. "Di sana nanti akan dibangun pusat bisnis, wisata dan pelayanan publik seperti rumah sakit internasional yang terjangkau. Ada ruang publik seperti pusat permainan dan kuliner, mal, kondominium dan hotel. Semua akan dibangun dalam satu kawasan di atas areal 40 hektare," kata Taufik. Lanjutnya, setidaknya untuk membangun "Palu Bay Park" butuh investasi sekitar Rp1,2 triliun. Bappeda Siapkan Pengembangan Teluk Palu Kota Palu PALU, MERCUSUAR - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Penanaman Modal Kota Palu, saat ini telah menyiapkan rencana teknis untuk pengembangan kawasan Teluk Palu. Kepala Bappeda, Dharma Gunawan, mengatakan rencana teknis pengembangan disusun tahun ini untuk mengantisipasi perkembangan di Teluk Palu. “Setelah rencana tata ruang wilayah ada, kita akan tindaklanjuti dengan rencana teknis atau rencana detail,” ungkapnya pada Mercusuar, Senin (1/4). Dharma menargetkan, pihaknya akan memasukan rencana teknis tersebut pada pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sehingga di 2014 investasi apapun yang berkaitan dengan pembangunan wilayah teluk itu harus menjadi berpedoman pada peraturan yang ditentukan. “minimal kalau belum bisa dibuatkan perdanya (Peraturan Daerah) maka untuk sementara bisa dibuatkan Perwalinya (Peraturan Walikota),” tuturnya. Dalam konteks rencana umumnya kawasan Teluk Palu, baru dinyatakan sebagai kawasan pariwisata, dan saat ini, jika ada investor ingin membangun hotel dan sejenisnya maka hal itu masih diperbolehkan. Namun untuk kedepannya, pihaknya akan mengatur kembali terkait dengan pengembangan kawasan tersebut. Adapun untuk reklamasi pantai atau menjadikan permukaan bentukan daratan baru, hal itu harus melalui pertimbangan dan terlebih harus melihat kedalaman air laut serta sedimentasi yang berkembang di kawasan itu. “Kita harus menata dan mendesain sedini mungkin dengan melihat segala faktor yang nantinya akan menjadi permasalahan,” tandas Dharma.ABS Nelayan Kongres, Tolak Timbun Teluk Kota Palu PALU, MERCUSUAR – Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Palu melakukan reklamasi atau menimbun pantai Teluk Palu ditentang keras para nelayan yang tergabung dalam Serikat Nelayan Teluk Palu (SNTP). Reklamasi mengancam keberlangsungan mata pencaharian mereka. Direktur Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR) -- organisasi perintis lahirnya SNTP—Dedi Irawan, mengatakan karena reklamasi, sejumlah nelayan harus beralih menjadi buruh yang tidak terampil. Di Kelurahan Watusampu misalnya, kini hanya tersisa satu nelayan dari sebelumnya 103 nelayan. "Hal ini membuktikan bahwa industrialisasi di Teluk Palu tidak mensejahterahkan masyarakat. Pemerintah sendiri akhirnya yang akan menghancurkan kesejahteraan masyarakat," ungkap Dedi pada kongres ke-5 SNTP di Golni, Kamis (13/12). Menurut dia petani garam juga akan mendapat dampak yang tak jauh beda akibat reklamasi itu. Melihat dampak yan negatif inilah SNTP dan YPR akan berkeras menolak kelanjutan reklamasi. Bahkan mereka akan membawa kasus ini ke tindak pidana karena pemerintah dianggap melanggar undang-undang perlindungan lingkungan dan perikanan. Sekjend Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Pusat, Riza Damanik mengatakan reklamasi pantai melawan hukum konstitusi, dimana bukan saja akan mematikan kehidupan nelayan dan ekosistem yang ada di dalamnya, seperti terumbu karang dan rumput laut serta ikan. Tetapi akan menambah tingkat kemiskinan dan berdampak pada penurunan kesehatan seperti kurangnya asupan protein akibat berkurangnya lagi konsumsi ikan. "Laut kita ini menjadi penopang ekonomi daerah, jadi seharusnya jika pemerintah ingin membenahi bukan dengan cara mereklamasi yang kita ketahui berdampak buruk," ungkap Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan dan Kelautan Kota Palu, Muchlis.ABS Masyarakat Harus Tahu Reklamasi Kota Palu PALU, MERCUSUAR – Camat Mantikulore, Sabil Akbar, mengatakan masyarakat di kecamatan yang ia pimpin harus mengetahui dampak-dampak akibat aktivitas reklamasi jika nantinya jadi dilakukan di kawasan pantai Kelurahan Talise. Mantan Lurah Talise ini menilai, pengusaha yang berkepentingan dengan reklamasi diimbau mau melibatkan masyarakat sekitar untuk mengetahui bagaimana pengelolaan lingkungan yang baik serta dampak reklamasi dengan lingkungan sosial. Sementara bagaimana nasib pedagang kaki lima, petani garam, nelayan serta warga yang menggantungkan hidupnya di sekitar pantai Talise, setelah reklamasi itu juga patut menyita perhatian pemerintah. “Bagaimana konsep reklamasi pantai terhadap mereka, itu yang perlu dipaparkan oleh pemerintah dan pengusaha yang akan melakukan reklamasi pantai. Agar masyarakat tahu akan dampak-dampak ke depan bila telah berdiri pembangunan tersebut,” ujar, Buyung sapaan akrabnya, Kamis (8/11). Menurutnya, jika konsep reklamsi itu ada manfaatnya untuk masyarakat sekitar, sebagai camat, ia setuju dan mendukung program tersebut. “Tapi bila tidak mempunyai konsep yang jelas dan ternyata berdampak merugikan masyarkat, kenapa tidak juga kita menolak”, paparnya. “Saya berdiri di sini sebagai penetral antara warga saya dan pemerintah. Kita akan dukung mereka sepanjang baik untuk masyarakat. Untuk itu harapan saya agar secepatnya dilakukan studi reklamasi pantai. Bagaimana dengan keberlangsungan pengaraman ini selanjutnya,” ujarnya. Buyung berharap, pemerintah dan masyarakat dapat berjalan bersama. Ia juga mengaku jika konsep reklamasi pantai di wilayahnya sampai saat ini belum jelas. Kepada kelompok yang menolak reklamasi Teluk Palu, ia mengimbau untuk menyuarakan pendapatnya tanpa bersifat anarkis. Sebelumnya diberitakan, rencana Perusahaan Daerah (Perusda) mereklamasi atau menimbun pantai Talise untuk pembangunan gedung mewah disambut penolakan dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Talise. LPM menolak, selain karena akan mengubah wajah panorama teluk, Perusda dan Pemerintah Kota Palu juga dinilai tidak transparan atau terbuka soal reklamasi tersebut. Ketua LPM Talise, Moh Rum mengatakan sudah melakukan pertemuan dengan semua warga yang ada di sekitar pantai, khususnya yang nantinya terkena dampak reklamasi. Ia mengklaim Perusda Palu memang telah melakukan pertemuan dengan warga di Talise, namun pertemuan itu hanya dihadiri beberapa orang tertentu saja. Dan tidak melibatkan seluruh warga. ABS Stop Reklamasi Pantai! Kota Palu PALU, MERCUSUAR- Sejumlah elemen masyarakat menentang rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Palu mereklamasi pantai karena dianggap merugikan warga yang beraktifitas disepanjang pantai Talise. Ketua Front Penyelamat Teluk Palu (FPTP), Ismail, salah satu yang mewakili elemen yang menentang rencana reklamasi pantai tersebut. Ditemui di kantornya, Ismail mengatakan saat ini pihaknya menentang keras rencana Pemkot mereklamasi pantai. Saat ini, semua kalangan baik ditingkat LSM, warga dan lembaga- lembaga yang ada di Kota Palu sedang gencar- gencarnya membahas masalah tersebut. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemkot tersebut sangat berdampak pada masyarakat yang berada di seputaran Pantai Talise. Salahsatunya berdampak ke petani garam. Menurutnya, para petani garam akan merasa kesulitan mengembangkan usaha pegaraman miliknya. “Dengan adanya kebijakan tersebut, tidak hanya petani garam yang akan merasakan dampak reklamasi, tetapi sejumlah Pedagang Kaki Lima (PKL), dan Tukang Parkir. Selain itu, kearifan lokal Teluk Palu akan hilang dengan sendiri jika itu benar- benar terealisasi. Saat ini pemkot sudah terpengaruh dengan pemilik modal dan ini merupakan kriminalisasi terhadap kebijakan publik mengenai reklamasi pantai,” ujar Ismail, Rabu (31/10). Dia menambahkan, pihaknya sudah melakukan himbauan pada seluruh element yang ada dikota palu seperti, LSM dan Pergerakan Mahasiswa agar satu suara untuk menolak keras reklamasi pantai, dan meminta pihak pemkot agar segera mengambil tindakan yang tepat agar tidak melanjutkan rencana perasahaan daerah (PERUSDA), dengan reklamasi pantai tersebut. “Selain itu, ketika adanya reklamasi pantai yang paling menguntungkan adalah para pengusaha yang mempunyai bangunan mewah, dan warga yang ikut merasakan kerugianya,” tutupnya. CR2 Reklamasi Pantai Rugikan Rakyat Kota Palu PALU, MERCUSUAR- Rencana reklamasi pantai di wilayah Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, Pemerintah Kota (Pemkot) Palu dinilai hanya merugikan rakyat. “Pemkot berjanji ketika pada saat kampanye dia menyampaikan bahwa akan menyejahterakan kehidupan masyarakat nelayan. Ungkapan yang dikeluarkan oleh Pemkot itu, merupakan kebohongan publik dan membuka kemiskinan baru bagi warga nelayan, dan Pedagang Kaki Lima (PKL),” kata Direktur Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR) Kota Palu, Dedi Irawan, di kantornya, kemarin (23/10). Dia menambahkan, dengan adanya agenda reklamasi, baik yang direncanakan oleh Perusahaan daerah (Perusda) maupun Pemkot, sungguh bertentangan dengan program pemerintah dengan zero poverty. Program ini sebenarnya merupakan program yang boros, yang tentu merugikan kesejahteraan rakyat. Dengan adanya reklamasi tersebut, sangat merusak alam baik di lokasi yang akan nanti ditimbun oleh galian reklamasi tersebut. Karakter Teluk Palu, sebenarnya bisa dipastikan sangat bertentangan dengan agenda ekonomi rakyat, dengan melakukan penimbunan karang, koral bisa menjadikan penghasilan para nelayan turun. Pemerintah telah mengabaikan keindahan Teluk Palu, karena pemerintah tidak bisa menjamin tingkat pendapatan masyarakat pantai. CR2 Tolak Reklamasi Pantai! Kota Palu PALU, MERCUSUAR- Kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Palu, yang akan mereklamasi pantai di Kelurahan Talise, terus mendapat penolakan dari berbagai kalangan. Penolakan itu misalnya disampaikan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM-Polibu) Kelurahan Talise dan Front Penyelemat Teluk Palu (FPTP) melalui press release kepada redaksi, tadi malam (17/10). Mereka menilai kebijakan reklamasi pantai, merupakan kebijakan yang hanya menguntungkan para pemilik modal. Karena dengan adanya rekalamasi pantai, tentu akan ‘membunuh’ mata pencaharian masyarakat di wilayah Talise serta pedagang kaki lima. “Apakah dengan membangun hotel-hotel berbintang, serta membangun pusat-pusat perbelanjaan, harus mengorbankan para masyarakat kecil. Bukan hanya itu, dapat merusak keindahan Teluk Palu,” kata Ketua Umum FPTP Ismail. Olehnya, kami meminta kepada seluruh pemangku kepentingan di Kota Palu, untuk membatalkan rencana reklamasi pantai. Hal senada diungkapkan Koordinator BKM-Polibu Kelurahan Talise, Moh Rum. Ia menilai reklamasi pantai hanya akan memberi dampak buruk bagi kehidupan dan pendapatan para nelayan. “Perlu ada peninjauan lokasi reklamasi. Kami juga meminta ketegasan dan keberpihakan Pemkot Palu terhadap petani garam dan para nelayan di sekitar itu,” ujarnya. URY Ratusan Warga Terkena Dampak Reklamasi Kota Palu PALU, MERCUSUAR- Ratusan warga pegaraman tradisional, Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, terkena dampak dari rencana reklamasi Pantai Teluk Palu, untuk pembangunan hotel mewah di wilayah tersebut. Ketua Kelompok Petani Pegaraman Pantai Talise, Firdaus, yang ditemui di lokasi pedagang kaki lima, mengatakan saat ini sudah ada data-data warga yang terkena dampak reklamasi pantai Teluk Palu. “Beberapa hari yang lalu, kami melakukan sosialisasi di tingkat kecamatan terkait dengan warga yang terkena dampak reklamasi pantai, terutama petani garam dan nelayan yang terkena dampak reklamasi pantai. Dalam pertemuan itu, Pemkot Palu menghimbau kepada warga yang terkena dampak itu, agar mempertimbangkan secara bijak dan matang,” kata Firdaus Masih menurutnya, para petani garam yang sudah terdata itu, mendapat bantuan dari Pemkot Palu. Bantuan tersebut, berupa perbaikan lahan dan disesuaikan dengan kebutuhan warga petani garam tersebut. Pemerintah juga memberikan program garam nasional (PUGAR), agar dapat meningkatkan kualitas garam yang beryudium. “ Saat ini pihak koperasi mengalami kendala utama adalah modal. Kami mengharapkan agar semua hasil penjualan garam milik warga bisa masuk kedalam koperasi sebagai penambahan modal bagi warga. Pihak koperasi juga mengharapkan agar petani garam bisa menghasilkan kualitas garam yang jauh lebih bagus lagi dari yang sebelumnya,” jelasnya. Sementara Kabid Kelautan dan Perikanan Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kelautan Kota Palu, Hedher Yunus, mengatakan sampai saat ini dirinya belum mengetahui adanya pihak Perusahaan Daerah (Perusda), akan melakukan Reklamasi Pantai. “Saya belum tahu itu, dan kalaupun ada pemilik lahan penggaraman, yang akan menjual lahan mereka, laporannya pun belum masuk sama kita,” bebernya. Ia menambahkan, jika tetap dilakukan reklamasi perlu dilakukan kajian secara mendalam, dengan berbagai pertimbangan dari segala teknis, dan harus mendapatkan persetujuan dari petani garam. CR2/ABS

Baca Juga Tulisan Ini :



3 komentar:

www.gorokun.com said...

mantapp artikelnya nihhh
gorokun | Tablet | Cerita | unsil | muhammadiyah | ceritalucu

Anonymous said...

bagus nihh harga tv | resep masakan | pantun cinta | harga hp | download mozilla | artikel komputer

Anonymous said...

thanks.. harga laptop, laptop terbaru, laptop 2015, harga komputer, harga processor, harga hp 2015, harga kamera

Post a Comment

beloved visitors, terima kasih atas kunjungan Anda
tinggalkan pesan bila Anda berkenan

 
BloggerTheme by BloggerThemes | Design by Pius Sujarno | Midified by Arek Palopo