http://www.antarasulteng.com/berita/13203/siapa-bilang-reklamasi-pasti-banjirSiapa bilang reklamasi pasti banjir?
Jumat, 21 Februari 2014 10:50 WIB
Alamsyah Palenga, ST.,M.Eng. *)
Reklamasi pasti banjir. Kalimat itu mengandung beberapa makna. Yang pertama adalah sebuah kesimpulan dan yang kedua merupakan ungkapan keyakinan.
Sebagai sebuah kesimpulan, berarti ada proses kejadian pengungkapan fakta yang telah ada sebelumnya bahwa reklamasi pasti (menimbulkan) banjir. Sehingga berdasarkan hal tersebut timbul keyakinan (sekaligus kepastian) bahwa memang reklamasi pasti mengakibatkan banjir.
Singkatnya mesti ada premis pertama, kedua atau bahkan ketiga sehingga disimpulkan (dan diyakini) bahwa dengan reklamasi pasti terjadi banjir.
Namun benarkah demikian adanya? Mari kita merekonstruksi logika fikir tentang hal tersebut.
Banjir adalah sebuah mekanisme alam yang melibatkan unsur-unsur fisik berupa (1) jumlah air (hujan), (2) proses pengaliran air dan (3) tampungan air. Unsur yang pertama berupa hujan, dikendalikan oleh kekuatan alam dan bukan kekuatan manusia, meskipun sekarang telah ada teknologi yang merekayasa hujan, namun dengan skala yang amat terbatas. Besar dan durasi hujan dipengaruhi oleh iklim setempat, letak tempat tersebut dan berbagai unsur meteorologis lainnya yang merupakan kekuatan alam.
Unsur yang kedua menyangkut kondisi penutup permukaan tanah/lahan dimana hujan itu turun. Semakin kedap air suatu permukaan tanah, maka semakin banyak hujan yang menjadi aliran permukaan. Demikian juga sebaliknya. Suatu lahan yang sebelumnya tertutup oleh tanaman (hutan) akan memberikan sumbangan aliran permukaan (yang akhirnya menjadi banjir) yang lebih kecil dibandingkan lahan yang berupa jalan atau bangunan perumahan yang kedap air.
Sedangkan unsur yang terakhir adalah tampungan akhir. Kalau unsur yang kedua posisinya di lahan atas (hulu), maka unsur yang terakhir ini biasanya berada di bawah (hilir) dalam bentuk muara sungai dan daerah rendah lainnya.
Untuk unsur yang pertama, karena curah hujan (baik besar, frekwensi maupun durasinya) dikendalikan oleh kekuatan alami, maka unsur ini tidak dapat dikendalikan oleh manusia, yang dalam hal ini termasuk pak polisi, dosen, wali kota bahkan presiden sekalipun.
Sedangkan unsur yang kedua dan ketiga relatif dapat diintervensi/direkayasa oleh manusia melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Bukankah kita (manusia) bisa dan telah membuat berbagai saluran drainase di dalam kota, kanal-kanal besar pengendali banjir, berbagai waduk, embung dan situ, melakukan pengerukan sungai, danau dan laut? Termasuk kita pula yang telah mengubah kawasan yang dulunya hijau menjadi tidak hijau lagi. Lahan yang dulunya hutan, diubah menjadi lahan pertanian/perkebunan dan akhirnya menjadi pemukiman. Seluruhnya termasuk dalam dua unsur yang terakhir disebutkan.
Lalu bagaimana dengan dampak reklamasi terhadap banjir? Bahwa benar terjadi banjir bandang di Manado baru-baru ini, tapi apa benar bahwa itu diakibatkan reklamasi (karena ada yang menudingnya demikian)?.
Sepertinya tidak, karena banjir bandang tersebut lebih disebabkan curah hujan yang amat tinggi (unsur pertama) dan kondisi penutup lahan di sekitar Tomohon (hulu) dan jalur aliran air yang telah beralih fungsi akibat pembangunan yang ada. Demikian pula banjir Jakarta, dominan disebabkan curah hujan yang tinggi dengan durasi yang lama dan tataguna lahan yang buruk, dimana waduk, situ, sungai, drainase yang seharusnya menjadi tempat air telah beralih fungsi menjadi permukiman atau areal terbangun lainnya.
Banjir ini bisa lebih parah jika disaat yang bersamaan terjadi air pasang di laut, maka air tidak bisa mengalir ke laut dan akhirnya menggenangi kawasan di sekitar muara. Lalu apakah air pasang di laut juga kita tuding disebabkan oleh reklamasi di pesisir utara-barat Jakarta? Bukankah pasang surut air laut adalah akibat dari interaksi gaya tarik-menarik benda-benda langit dengan bumi?
Mengemukakan argumentasi dan bahkan menyimpulkan bahwa reklamasi pasti mengakibatkan banjir tanpa melihat dengan jernih fakta-fakta dan sebab musabab ilmiah yang ada merupakan suatu hal yang sulit dimengerti.
Sebuah fakta ilmiah berdasarkan studi mendalam yang bisa dikemukakan tentang hal ini adalah rencana reklamasi besar di pesisir utara-barat Jakarta dimana luasan yang akan ditimbun mencapai 24 kilometer persegi, terbentang dari muara Sungai Dadap di barat sampai Muara Angke di timur dan merupakan muara dari lima sungai utama di lokasi itu. Hasil studi melaporkan bahwa rencana reklamasi tersebut berpotensi menaikkan muka air di sekitar muara sebesar 1 sampai 4 centimeter.
Lalu bagaimana dengan reklamasi di pesisir Teluk Palu, apakah juga akan mengakibatkan banjir? Jawabannya adalah belum tentu. Bisa banjir bisa juga tidak. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu sebuah studi mendalam yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan melibatkan masyarakat. Apakah reklamasi yang mesti dituding bertanggung jawab terhadap besarnya curah hujan yang ada? Apakah reklamasi yang dituding bertanggung jawab dengan perubahan tataguna lahan di kota Palu?. Tentu jawaban keduanya adalah tidak.
Banjir hanyalah salah satu hal yang menjadi perhatian kita ketika menyoal reklamasi. Banyak hal lain yang perlu kita soal adalah aspek sosial kemasyarakatan, ekonomi, lingkungan dan aspek hukum mengenai hak kepemilikan/pengelolaan sebagaimana diamanatkan dalam UU nomor 26 dan 27 tahun 2012, Perpres nomor 122 tahun 2012 dan regulasi lainnya.
Dalam regulasi tersebut jelas disebutkan tentang tata cara pemanfaatan ruang pesisir dan pantai yang tujuan akhirnya adalah terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Pemerintah sebagai pemangku kepentingan penggagas dan pelaksana kegiatan reklamasi harus mampu meyakinkan semua pihak akan dampak positif reklamasi dan rencana meminimalisir (atau bahkan meniadakan) dampak negatifnya.
Pada akhirnya ini adalah soal kepercayaan yang dibangun dari kadar transparansi dan partisipasi para pihak. Sudah cukupkah kadar partisipasi dan kadar transparansi yang dilakukan?. Hanya publik yang bisa menilai itu. *) Dosen Fakultas Teknik Universitas Tadulako Palu.
Baca Selengkapnya.....