Nilai berita, dan penilaian berita hanya dapat diujikan jika dan pada saat berita telah dikumpulkan. Potensi berita ada di mana-mana. Ia terhampar, menunggu untuk dilaporkan. Untuk mengumpulkan informasi ini, reporter perlu mengetahui apa yang tengah terjadi, dan di mana terjadi.
Helbert, mengutip Tunstall (1971) mengatakan bahwa arus berita (dengan mana dia maksud adalah pengumupulan berita) laiknya arus komunikasi, seperti jaringan telepon dan transportasi. Ini benar adanya, sebagai contoh, dahulu Amerika Utara dan Eropa, adalah jalur padat arus berita dan percakapan telepon. Tentu saja sekarang ada arus padat komunikasi internet ke seluruh dunia juga muncul. Fakta-fakta menyediakan sumber-sumber utama bagi berita langsung (hardnews): skor, tanggal, jumlah korban jiwa, hasil perhitungan suara, jumlah uang digelontorkan atau yang dirampok, hasil-hasil pertandingan olah raga, dll. Sumber lain bagi berita faktual datang dari para sumber berita (the news makers), orang-orang yang dikutip dalam berita. Mereka menyediakan ucapan untuk kutipan. Jadi fakta menyediakan satu cerita, satu kutipan tentang fakta menyediakan dua berita sekaligus.
Anthony Smith (1979) mengatakan bukanlah hal kebetulan saja bahwa jurnalistik berbicara soal nilai berita, nilai dari sesuatu ditetapkan di pasar oleh para pembeli dan penjualnya, banyak di antaranya yang jauh lebih kaya dari lainnya. Ia mengatakan:
” Nilai dari seorang jurnalist terletak pada tekanan terus menerus di tengah masyarakat yang dilayaninya; ada ketegangan antara keberadaannya sebagai seorang pencipta yang bebas dan kreatif dan lingkungan di mana ia bekerja. Ia memiliki atonomi yang khusus; namun demikian tantangannya senantiasa bersumber dari pesaingan yang permanen dan tak terhindarkan.”
Selama bertahun-tahun, terutama sejak tahun 1950-an, telah muncul sejumlah konsep tentang pers, jurnalisme dan berita. Gagasan yang beragam ini telah berkembang dan coba memahami jurnalisme dan menempatkannya dalam beragam ideologi, baik di dunia barat maupun dunia non-barat. Model-model yang ada cenderung bercampur antara prescriptive dan descriptive konsep (cara lain untuk menggambarkan ini adalah normative/reflective). Gagasan di balik hampir semua teori tentang pers dan tentang berita mencerminkan sistem politik yang dianut masyarakat di mana pers beroperasi. Teori juga cenderung dikembangkan oleh para akademikus daripada para praktisi di wilayah ini, dengan demikian mereka lebih banyak mengeritik pers dan jurnalisme dari pada teori yang dapat ditransfer untuk aplikasi praktis para jurnalist untuk mengembangkan kemampuan dan kinerja mereka. Karenanya, yang ada adalah studi tentang (of) jurnalisme dan media dan bukannya studi di dalam (in) jurnalisme atau media.
Teori dasar pers bermula di Amerika Serikat dengan diterbitkannya karya Siebert, Peterson dan Schramm, "The Four Teories of the Press" pada tahun 1956. Teori ini mengatakan bahwa pers senantiasa mengambil bentuk dan coraknya dari struktur sosial politik di mana pers beroperasi. Pandangan bahwa perbedaan sistem media didasari pada perbedaan sistem politik juga menjadi bagian dari lima konsep Hatchen mengenai pers. (Hatchen, 1981). Merir (1995) menambahkan pers tidak hanya mencerminkan ideologi suatu sistem di mana ia berfunsi, tetapi juga mendukungnya dan tidka dapat lebih luas dari batasan-batasan sistem. Akibatnya, kategori utama untuk sistematisasi telah membedakan pandangan politik masyarakat terhadap hubungan pemerintah dan pers, dan ini sering mengakibatkan kekaburan antara ”prinsip-prinsip yang benar-benar berlangsung dari sistem media tertentu; gagasan-gagasan teoritis mengenai sistem: dan ideologi utama masyarakat (kapitalis, sosialis, revolusioner, pertumbuhan, dlsb). Namun demikian, hubungan dengan sitem politik tidak lagi cukup dicakup dengan sebuah teori modern jurnalisme praktis dan pers. Kategorisasi sistem media di era digitalini seharusnya juga mempertimbangkan kriteria ekonomis. Sebab, dalam kenyataannya, dimensi yang melandasi konsep deskriptif pers adalah ekonomis. Sebaliknya, dimensi yang melandasi konsep prescriptive jurnalisme mengacu kepada berita dan cara operasinya adalah filosofis. Ralf Lowenstein (1971) adalah salah satu yang menambahkan kreteria ekonimis bagi beragam klasifikasi jurnalisme dan pers. Terhadap kriteri standar, hubungan pemerintah-pers, dia tambahkan dengan kategori sponsorship pers. Model Lowenstein ini membedakan pers berdasar beragam level pertumbuhan ekonomis dan perbedaan bentuk kepemilikan media.
Baca Selengkapnya.....
2 Korban Penembakan Teroris Poso Tiba di RS Bhayangkara Palu
-
Koransulteng - Dua jenazah warga sipil yang tewas dalam insiden baku tembak
dengan Satuan Brimob Polda Sulawesi Tengah (Sulteng), di Desa Taunca,
Kecamatan...
10 years ago