Apa Jadinya Dunia Ini Tanpa Jurnalistik?

0 komentar
S
iapa yang ingin menjadi Jurnalist? Saya bertanya kepada 50-an mahasiswa peserta Mata Kuliah, Dasar-Dasar Jurnalistik. Setelah mengulang pertanyaan 3 tiga kali, 4 orang mahasiswa mengangkat tangan. Itu pun dengan ragu-ragu.  Saya meneguhkan hati mereka dengan mengatakan, "Small is beautiful. Anda akan menjadi spesial di kelas ini, karena punya piliah berbeda. Dan memang Jurnalist itu profesi spesial!"

Apakah profesi Jurnalistik tidak lagi menarik bagi mahasiswa Komunikasi?   Saya berharap, setelah mengikuti mata kuliah, akan ada tambahan lagi mahasiswa yang membulatkan tekat menekuni ilmu Jurnalistik dan kelak menjadi jurnalist-jurnalist hebat. Saya melanjutkan dengan mengajukan pertanyaan, "Apa jadinya dunia kita ini tanpa Jurnalistik?" Ada yang menjawab, kita tidak dapat berita, kita tak bakal tahu apa yang terjadi, tidak ada radio, tv, surat kabar...

Jawaban-jawaban itu ada benarnya juga. Saya tambahkan, dengan mengambil contoh salah satu mahasiswa yang memakai Jilbab. "Kamu tahu dari mana asalnya pakaian Jilbab?". "Tahu, Pak. Dari Timur Tengah," jawabnya. "Lha kamu tahunya dari mana?" "Dari media, Pak." Mahasiswa ini juga benar! Lalu saya tambahkan, kalau tidak ada jurnalistik mungkin sampai sekarang kita belum mengenal pakaian, mode, teknologi, sekolah, semua hasil inovasi yang bisa kita nikmati sekarang ini. 
Bagaimana kita bisa mengkuti perkembangan, mengadopi temuan-temuan baru, ide-ide baru dari belahan dunia lain, jika tidak ada Jurnalistik? Jurnalistik telah menyebarkan semua itu melalu media yang kita konsumsi. Bapak Jurnalisme Joseph Pulitzer yang namanya diabadikan dalam bentuk kelas dunia di bidang Jurnalistik, Hadiah Pulitzer mengatakan, jurnalistik adalah profesi terhormat, suatu profesi yang paling banyak mempengaruhi pikiran, bahkan moralitas manusia modern. 

Sejalan dengan industri media yang berkembang demikian pesat, profesi jurnalist menjadi profesi yang mahal, dan menjadi impian bagi banyak orang. Memang ada harga yang harus dibayar. Bahwa seorang jurnalist dituntut untuk meningkatkan kapasistas, agar bisa bersaing dan agar bisa dibayar secara pantas. Dengan profesi Jurnalist, seseorang dengan muda memiliki akses ke organisasi, individu, bahkan orang-orang penting.Mengunjungi tempat-tempat yang bahkan tidak pernah mereka impikan sebelumnya. Namun, tidak adil bagi jurnalist profesional mendapatkan gaji dan fasilitas yang tidak sesuai dengan kapasitas, kontribusinya bagi tempatnya bekerja. Apakah Jurnalisme hanya untuk kegiatan Jurnalistik saja? 

Seorang mahasiswa bertanya. Tentu saja tidak. Seorang PR butuh juga jurnalistik, karena mereka akan menulis press release. Karyawan butuh membuat laporan. Warga biasa juga butuh berbagi informasi dengan sesamanya [sekarang malah ada yang disebut Citizen Journalist]. Pola Jurnalistik akan sangat membantu proses kerja mereka, agar apa yang mereka sampaikan difahami karena memenuhi rasa ingin tahu. Rumus 5W+1H dalam Jurnalistik telah banyak menjadi alat bantu yang sangat berguna dalam pertukaran informasi. 

Dengan mengikut rumus 5W+1H yang berisi pertanyaan What (Apa), Who (Siapa), Where (di mana),  When (Kapan), Why (Mengapa) dan How (Bagaimana), kita akan terhindar dari kecenderungan menyampaikan gossip, desas-desus. Apa jadinya, jika dunia ini bergantung pada gossip? Apa jadinya Dunia kita ini tanpa Jurnalistik? 

 Wassalam,

Stepanus WB Baca Selengkapnya.....
 
BloggerTheme by BloggerThemes | Design by Pius Sujarno | Midified by Arek Palopo